Jumat, 15 April 2011

Eksperimen Dinamika Kelompok Angkot


Hipotesis Eksperimen
Di suatu daerah, terdapat dua komunitas supir angkot yang satu sama lain berbeda grup sewaan angkot yang mereka gunakan. Grup yang pertama, sebut saja grup sewaan angkot A. Mereka memiliki angkot sewaan yang:
·         Sederhana (biasa disebut tidak layak  untuk beroperasi sebagai angkutan umum), ketika mobil mulai bergerak asap knalpot mengepul sampai ke dalam bagian angkot.
·         Bagian dalam mobil terasa kotor, dan berbau mesin.
·         Kursinya sangat lepek terasa duduk di kursi besi tanpa busa.

Hal diatas sangatlah berbeda dengan grup sewaan angkot B. Yaitu:
·           Mereka memiliki angkot sewaan yang bagus, bersih dan angkotnya pun masih terlihat mengkilap.
·         Jika angkotnya berjalan, tak ada sedikit pun asap knalpot yang berbau bensin ke bagian dalam angkot.
·         Kursinya empuk, sangat berbeda jauh dengan kursi angkot grup A.
               









1.      Jalannya Eksperimen
Eksperimen ini dilakukan dengan cara penyusun menjadi penumpang di masing-masing angkot. Yang dapat dibandingkan yaitu dengan cara menjadi penumpang angkot tersebut dapat diketahui bagaimana pelayanan dan perilaku sang penjual jasa.
  •   Pelayanan Supir Angkot A
Para supir angkot A, kebanyakan berusia paruh baya, berperilaku ramah, sopan dalam berbicara, memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), dalam menjalankan angkotnyapun tidak ugal-ugalan dan kemungkinan niat mereka menjadi supir angkot tidak hanya untuk mencari nafkah bagi keluarganya namun mereka  juga memberikan bantuan berupa keinginan tarif ongkos bagi anak sekolah. Baik kepada anak sekolah dasar dan sekolah menengah dengan melihat seragam yang digunakan anak sekolah. Bahkan pernah ada kabar, terkadang jika kita (anak berseragam sekolah) berterus terang tidak mempunyai ongkos, si supir angkot tidak dan tidak pernah memaksa meminta bayar.
  Pelayanan Supir Angkot B
Mayoritas supirnya kebanyakan (tidak semua) bengis,  perkataanya tidak sopan, suka sekali membuat penumpang merasa kesal karena mereka “mengetem” seenak mereka dan  menjalankan angkotnya ugal-ugalan. Mereka tidak memiliki SIM seakan-akan yang mereka kejar adalah uang setoran tanpa memperhatikan pelayanan terhadap penumpang. Yang lebih parah dan mengesalkannya lagi, ketika ada penumpang yang memberikan uang ongkos dengan tarif biasa, terkadang sang supir atau kondektur meminta ongkosnya ditambah, dengan tanpa diiringi kata-kata sopan. Ketika ada kendaraan lain yang mencoba menyalibnya dari samping, mereka mencoba menyusul balik seolah mereka ada di sirkuit balapan tanpa mempedulikan keselamatan pelanggan jasa mereka (penumpang).



2.     Hasil Eksperimen
Disinilah, terlihat perbedaan mencolok antar sesama penjual jasa supir angkot. Para supir yang tergabung dalam grup sewaan angkot A jelas lebih memiliki pelayanan segi perilaku dan sopan santun dalam tutur kata, tapi mereka  mempunyai angot yang jauh dari kata nyaman. Jika supir angkot grup B, mereka memiliki bahasa dan perilaku yang tidak sopan (mayoritas) dan yang menjadi kenyamanan di angkot ini  yaitu lebih bersih dan nyaman daripada angkot-angkot grup A.


















KESIMPULAN

Dapat kita ambil kesimpulan, bahwa ternyata masing-masing komunitas memiliki keunggulan yang berbeda. Ini dikarenakan usia paruh baya telah memiliki kontrol emosi yang stabil dibandingkan dengan orang yang baru menginjak usia dewasa. Jika para pengemudi angkot A telah menyadari akan pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas dngan cara memiliki SIM, ,mengerti akan sopan santun berperilaku, dan membantu meringankan para penumpang usia sekolah,  para pengemudi supir B tidak menghiraukan semua itu. Kemungkinan diakibatkan belum sadarnya mereka akan semua itu dikarenakan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang minim. Baik secara usia (mental), etika dan pengalaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar